Sabtu, 26 Februari 2011

Risalah Nabi Luth Alaihissalam

Luth (Arab: لُوطٌ, Ibrani: לוֹט, Injil: Lot) (sekitar 1950-1870 SM) adalah salah satu nabi yang diutus untuk negeri Sadum dan Gomorrah.[1] Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1900 SM. Ia ditugaskan berdakwah kepada Kaum yang tinggal di negeri Sadum, Syam, Palestina. Namanya disebutkan sebanyak 27 kali dalam Al-Quran. Ia menikah dengan seorang gadis yang bernama Ado, dan dari pernikahan itu ia dikaruniai 2 anak perempuan. Ia meninggal di Desa Shafrah di Syam, Palestina.

Genealogi
Nabi Luth adalah keponakan dari Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ayahnya yang bernama Haran (Abara'an) bin Tareh adalah saudara kandung dari Ibrahim. Ayah Luth mempunyai saudara kembar yang bernama Nahor. Silsilah lengkapnya adalah Luth bin Haran bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.

Biografi
Nabi Luth beriman kepada pamannya, yaitu Nabi Ibrahim Alaihissalam, yang kerap mendampinginya dalam banyak peristiwa. Ketika berada di Mesir misalnya, mereka mempunyai usaha bersama dalam bidang peternakan yang sangat berhasil. Binatang ternaknya berkembang biak dengan pesat sehingga dalam waktu yang singkat jumlah binatang yang sudah berlipat ganda itu tidak tertampung lagi di kandang-kandang milik mereka. Akhirnya usaha bersama Ibrahim-Luth dipecah dan binatang ternak serta harta milik perusahaan mereka dibagi dan berpisahlah Luth dengan Ibrahim. Luth pindah ke Yordania dan bermukim di sebuah tempat bernama Sadum (Sodom).

Nabi Luth Diutus Oleh Allah
Masyarakat Sadum atau Sodom adalah masyarakat yang sudah demikian rusak akhlaknya. Mereka tidak mengenal agama dan karenanya hampir-hampir tak beradab. Maksiat dan kemungkaran merajalela dalam pergaulan hidup mereka sehari-hari. Pencurian dan perampasan harta merupakan kejadian biasa di mana yang kuat menjadi penguasa, sedangkan yang lemah menjadi korban penindasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat paling menonjol yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan liwath (homoseksual) di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya. Kedua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam kehidupan mereka sehingga seolah-olah sudah menjadi kebudayaan kaum ini.

Musafir yang singgah ke Sadum tidak akan selamat dari kejahatan penduiduknya. Jika membawa harta benda berharga misalnya, maka sudah pasti barang-barang tersebut akan dirampas. Jika melawan atau menolak menyerahkan harta bendanya maka nyawanya pula yang tidak akan selamat. Akan tetapi jika pendatang itu seorang lelaki yang berparas rupawan, maka ia akan menjadi rebutan di antara para lelaki kaum Sadum dan selanjutnya akan menjadi korban perbuatan keji mereka. Sebaliknya, jika si pendatang adalah seorang wanita berparas elok maka ia akan menjadi mangsa bagi kaum wanitanya pula.

Kepada masyarakat yang sudah sedemikian rupa keruntuhan morallnya itu diutuslah Nabi Luth sebagai Rasul-Nya untuk mengangkat mereka dari lembah kenistaan, kebodohan dan kesesatan, serta membawa mereka ke dalam tatanan budaya yang bermoral dan berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak mereka beriman dan beribadah kepada Allah, meninggalkan kebiasaan mungkar, menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan menghindarkan diri dari bujuk rayu syaitan maupun iblis. Ia memperingatkan kaum Sadum bahwa Allah menciptakan mereka bukan untuk menjadi sedemikian rupa. Allah tidak meridhai perbuatan mereka yang sudah menyerupai perilaku binatang, dan sungguh jauh dari nilai-nilai peradaban manusia. Ia menyerukan bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal atas amal perbuatan setiap manusia. Yang berbuat baik dan beramal saleh akan diberi pahala dan surga di akhirat, sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan diberi balasan dengan kebinasaan dan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam.

Nabi Luth berseru kepada mereka agar meninggalkan kebiasaan kejinya, yaitu melakukan perbuatan homoseksual dan lesbian. Luth menegaskan bahwa perbuatan itu bertentangan dengan fitrah dan nurani manusia. Menyalahi hikmah yang terkandung di dalam penciptaan manusia, yakni untuk hidup berpasang-pasangan di antara pria dan wanita guna menjaga kelangsungan keturunan umat manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi. Mereka juga dinasihati supaya menghormati hak milik orang lain dengan cara meninggalkan kebiasaan merampas, merampok dan mencuri yang selama ini menjadi bagian dari keseharian di antara mereka, terutama kepada musafir yang datang ke Sadum. Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu sangat merugikan mereka sendiri karena akan menimbulkan kekacauan dan ketidak-amanan di dalam lingkungan mereka sendiri.

Demikianlah Nabi Luth melaksanakan dakwahnya sesuai dengan risalah yang diamanatkan padanya. Tiada henti-hentinya ia menggunakan setiap kesempatan dalam pertemuan-pertemuan dengan kaumnya, baik berkelompok maupun sendiri-sendiri, mengajak mereka untuk beriman kepada Allah dan menyembah-Nya. Ia terus mengajak kaumnya ini untuk melakukan amal saleh dan segera meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar. Akan tetapi karena keruntuhan moral dan kerusakan akhlak telah demikian parahnya di dalam pergaulan mereka sementara pengaruh hawa nafsu serta bujukan setan sudah begitu kuat menguasai hati mereka, maka dakwah dan ajakan Nabi Luth tidak kunjung mendapat tempat di dalam hati mereka. Berlalu begitu saja, seolah masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Telinga-telinga mereka seolah sudah menjadi tuli terhadap ajaran Tauhid dari Nabi Luth, sedangkan hati dan pikiran mereka sudah betul-betul tersumbat rapat oleh bujuk rayu syaitan dan iblis.

Jika Nabi Luth berdakwah dengan penuh kesabaran dan ketekunan, maka sebaliknya, kaum Luth justru merasa kesal mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth yang tidak putus-putusnya itu. Mereka pun dengan marah kemudian memaksa agar ia menghentikan dakwahnya, atau bila tidak, maka akan menghadapi pengusiran dirinya dari Sadum bersama keluarga dan pengikutnya. Nabi Luth pun kemudian menyadari bahwa sudah tidak ada lagi harapan bagi masyarakat Sadum untuk diselamatkan dari lembah kenistaan. Bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan pikiran itu pada akhirnya hanya akan sia-sia belaka. Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit akhlak yang sudah demikian parah itu agar tidak menular kepada penduduk negeri tetangga, menurut pemikiran Nabi Luth, ialah dengan melenyapkan mereka dari muka bumi. Ini adalah balasan terhadap kecongkakan mereka, sekaligus juga menjadi pelajaran bagi umat-umat sesudahnya. Beliau pun lalu memohon kepada Allah agar masyarakat Sadum diberi pelajaran berupa azab di dunia sebelum azab yang menanti mereka di akhirat kelak.

Kisah Tamu Misterius
Permohonan Nabi Luth dan doanya ini ternyata diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah. Kepadanya diutus tiga orang malaikat yang menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang menemui Nabi Ibrahim dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq. Para malaikat ini memberitahu Nabi Ibrahim bahwa mereka adalah utusan Allah dengan tugas menurunkan azab kepada kaum Luth, penduduk kota Sadum. Dalam pertemuan tersebut Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar penurunan azab bagi kaum Sodom ditunda, dengan harapan semoga mereka kembali sadar, kemudian mendengarkan dan mengikuti ajakan Luth serta bertobat dari segala maksiat dan perbuatan mungkarnya. Nabi Ibrahim juga memohon agar anak saudaranya, Luth, diselamatkan dari azab yang akan diturunkan kepada kaum Sodom. Permintaan itu diterima dan mendapat jaminan bahwa Luth dan keluarganya tidak akan ikut terkena azab.

Para malaikat tersebut sampai di Sodom dengan menyamar sebagai lelaki muda yang berwajah tampan dengan tubuh tegap berotot. Dalam perjalanan, ketika memasuki kota, mereka berpapasan dengan seorang gadis cantik yang sedang mengambil air dari sebuah perigi. Salahseorang dari lelaki muda itu bertanya kepada si gadis apakah mereka diterima dan diperbolehkan menginap beberapa hari di rumah si gadis sebagai tamu. Si gadis tidak berani memberi keputusan sebelum terlebih dahulu berunding dengan keluarganya. Maka ditinggalkannyalah ketiga laki-laki muda itu, lalu segera pulang untuk memberitahu ayahnya yang ternyata adalah Nabi Luth sendiri!

Mendengar berita dari anak perempuannya itu, Nabi Luth menjadi bingung. Jawaban apa yang akan ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya itu? Menerima tamu yang berwajah tampan, sudah tentu, akan mengundang masalah dari kaumnya yang pasti akan tergila-gila untuk memaksa hubungan intim sejenis dengan mereka. Sedang jika hal itu terjadi, sebagai tuan rumah ia harus bertanggungjawab terhadap keselamatan tamu-tamunya. Padahal ia merasa bahwa dirinya tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus maksiat itu.

Namun akhirnya Nabi Luth memutuskan untuk menerima pemuda-pemuda itu sebagai tamu di rumahnya. Luth pasrah dan berlindung kepada Allah terhadap segala bentuk kejahatan yang mungkin akan dihadapinya. Lalu pergilah Luth menjemput tamu yang sedang menanti di pinggir kota dan mengajak mereka bersama-sama ke rumah. Ketika itu, kota Sadum sudah diselimuti dinginnya malam dan penduduknya sudah nyenyak tidur di rumahnya masing-masing.

Nabi Luth berpesan kepada isteri dan kedua puterinya untuk merahasiakan kedatangan tamu-tamunya itu agar jangan sampai terdengar dan diketahui oleh kaumnya. Namun, isteri Nabi Luth membocorkan berita kedatangan tamu mereka kepada kaumnya. Berita tentang tamu Luth segera tersebar luas, dan tentu saja, menyebabkan banyak lelaki Sadum yang beramai-ramai mendatangi rumah Nabi Luth dengan maksud untuk memenuhi nafsu birahi mereka yang telah sekian lama tidak mendapatkan pemuasan dari lelaki muda. Mereka berteriak-teriak memanggil Luth sambil mengancam supaya Luth melepaskan pemuda-pemuda itu untuk diberikan kepada mereka sebagai pemuas nafsu.

Meski sangat jelas mendengar teriakan-teriakan dan ancaman kepada dirinya, namun Nabi Luth tidak sedikitpun membukakan pintu bagi penduduk Sadum. Sebaliknya ia berseru agar mereka segera kembali ke rumah masing-masing dan jangan mengganggu tamu dari negeri jauh yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan. Mereka dinasihati supaya menghentikan segala perbuatannya yang keji itu. Nabi Luth berseru agar mereka kembali kepada isteri-isteri mereka dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar yang sungguh tidak senonoh itu sebelum mereka dilanda azab dan siksaan Allah.

Seruan dan nasihat-nasihat Nabi Luth rupanya tetap tidak dihiraukan, mereka bahkan mendesak akan membuka paksa pintu rumahnya jika tidak dibuka dengan sukarela. Merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan desakan para lelaki kaumnya yang sudah mulai menggunakan kekerasan, maka berkatalah Nabi Luth secara terus terang kepada tamu-tamunya:

"Sesungguhnya aku tidak berdaya menahan orang-orang itu jika menyerbu ke dalam. Aku tidak memiliki senjata dan kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka, tidak pula keluarga atau sanak saudara yang disegani oleh mereka yang dapat aku mintai pertolongannya. Aku merasa sangat sedih dan kecewa bahwa sebagai tuan rumah, aku tidak dapat menghindarkan tamu-tamuku dari gangguan orang lain di rumahku sendiri."

Mendengar keluh kesah Nabi Luth, maka pemuda-pemuda itu pun menyampaikan hal yang sebenarnya, yakni bahwa mereka adalah malaikat-malaikat yang diutus oleh Allah untuk menurunkan azab dan siksa kepada kaum Luth sebagai balasan atas segala kemungkaran dan kemaksiatan keji dan kotor yang telah mereka lakukan.

Malaikat-malaikat itu kemudian meminta Nabi Luth untuk membuka pintu rumahnya selebar mungkin guna memudahkan para lelaki yang sudah dikuasai birahi pada sesamanya itu masuk. Mereka pun menyerbu masuk. Namun malangnya, ketika pintu dibuka dan para penyerbu menginjakkan kakinya ke dalam rumah, tiba-tiba saja gelaplah pandangan mereka sehingga tidak dapat melihat apa pun yang ada di sekelilingnya. Atas perkenan Allah, malaikat-malaikat itu telah membutakan mata mereka. Mereka menjadi panik seraya sibuk menggosok-gosok mata mereka yang ternyata sudah menjadi buta!

Sementara para penyerbu rumah Nabi Luth berada dalam keadaan kacau balau saling bertubrukan antara satu dengan yang lain sambil berteriak-teriak dan bertanya-tanya apa yang mendadak telah terjadi pada mata mereka, malaikat-malaikat tadi berseru kepada Nabi Luth agar secepatnya meninggalkan Sadum bersama keluarga dan pengikutnya. Sebab tidak lama lagi azab Allah akan segera ditimpakan kepada seluruh penduduk kota Sadum. Malaikat-malaikat itu juga berpesan kepada Nabi Luth dan keluarganya agar dalam perjalanan ke luar kota nanti jangan ada seorang pun dari mereka yang menoleh ke belakang.

Nabi Luth keluar dari rumahnya bersama keluarganya yang terdiri dari seorang isteri dan dua orang anak perempuan diikuti oleh beberapa orang sahabatnya. Mereka berjalan cepat menuju luar kota tanpa sedikitpun menoleh ke kanan atau ke kiri sebagaimana diminta oleh para malaikat yang menjadi tamunya. Akan tetapi ternyata isteri yang diam-diam menjadi musuh dalam selimut bagi Nabi Luth tidak tega meninggalkan kaumnya. Ia berjalan perlahan di belakang rombongan Nabi Luth seraya tidak henti-hentinya menoleh ke belakang karena ingin mengetahui apa gerangan yang akan menimpa kaumnya. Ia seakan-akan meragukan kebenaran setiap ucapan para malaikat yang telah didengarnya sendiri.

Ketika Nabi Luth beserta rombongannya sudah melewati batas kota Sadum, saat itu fajar sedang menyingsing, tiba-tiba bergetarlah bumi di bawah kaki kaum Sadum, tidak terkecuali di bawah kaki isteri Nabi Luth yang munafik itu, dengan amat dahsyatnya. Tak lama kemudian getaran tersebut berubah menjadi gempa bumi luar biasa dahsyat disertai angin kencang dan hujan batu yang segera saja meluluh-lantakkan seluruh kota Sadum berikut isinya. Beberapa saat kemudian tampaklah mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah SWT berserakan di setiap jengkal tanah kota Sodom mengiringi kehancuran kota tersebut. Namun, sisa-sisa kehancuran kota Sadum masih disisakan oleh Allah SWT sebagai peringatan kepada kaum yang akan datang melalui bukti-bukti yang masih dapat ditemui di reruntuhan bekas kota tersebut.

Demikianlah kebesaran dan ayat Allah yang diturunkan untuk menjadi pelajaran bagi setiap hamba-Nya dari masa ke masa.

Kisah Nabi Luth dalam Al-QuranAl-Quran menceritakan kisah Nabi Luth yang berusaha menasihati kaumnya sebagaimana dsebut dalam Surat Asy-Syuaraa (26:160-173) berikut ini:

"Kaum Luth telah mendustakan rasul-rasul, ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas." Mereka menjawab: "Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir." Luth berkata: "Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatanmu." (Luth berdoa): "Ya Tuhanku selamatkanlah aku beserta keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan." Lalu Kami selamatkan ia beserta keluarganya semua, kecuali seorang perempuan tua (isterinya), yang termasuk dalam golongan yang tinggal. Kemudian kami binasakan yang lain. Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu."

Kaum Luth membenci dan mengancam akan mengusir Nabi Luth karena mengajak sebagian dari mereka untuk meninggalkan perbuatan tercela dan mengajak mereka untuk beriman kepada Allah. Maka azab dan kehancuran dari Allah turun menimpa mereka, kisahnya diceritakan dalam Surah Al-A’raaf (7:80-84) berikut ini:

"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu."

[Dari: Wikipedia]


Referensi

  1. History of Islam by Professor Masudul Hasan

Pranala luar



0 Komentar:

Posting Komentar