Minggu, 11 Juli 2010

Torah Dan Empat Injil Perjanjian Baru

KETIDAK-ASLIAN KITAB TAURAT DALAM PERJANJIAN LAMA & EMPAT INJIL DALAM PERJANJIAN BARU (Sebuah Studi Terhadap Proses Penulisan Taurat)

M. Darojat Ariyanto
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Pabelan Tromol Pos I Kartasura, Surakarta 57102

Abstrak
Tulisan ini mencoba mengkaji proses penulisan Kitab Taurat yang merupakan bagian dari Perjanjian Lama dan Empat Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes Yahya) yang merupakan bagian dari Perjanjian Baru. Hasil penulisan menunjukkan, bahwa Kitab Taurat tidak asli lagi, sebab tidak ditulis dari satu sumber saja, tetapi dari empat sumber (Yahwist, Elohist, Deuteronomis, dan Priester), ditulis oleh banyak penulis (para imam dan penulis-penulis lainnya) dari rentang waktu yang lama (antara tahun 900 SM sampai dengan 500 SM) dan dari tempat dan lingkungan sosio-budaya yang bermacam-macam (Israel, Yehuda, dan Babilonia). Kemudian oleh seorang penulis akhir semua bahan dari empat sumber tadi dikumpulkan menjadi satu kesatuan yang bernama Kitab Taurat.

Adapun Empat Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yahya) tidak asli lagi, sebab proses penulisannya sejak dari empat dokumen (A, B, C, dan Q) menjadi Injil sementara (Matius intermedier, Markus intermedier, Proto Lukas dan Proto Yahya) sampai menjadi Injil yang sekarang ini atau yang definitif (Matius, Markus, Lukas dan Yahya) telah terjadi banyak perubahan.

Kata kunci: Kitab Taurat, Perjanjian Lama, Empat Injil, Perjanjian Baru.

Pendahuluan
Ada beberapa cara pemeluk agama Islam mengkritisi keaslian Kitab Taurat dan Empat Injil. Cara yang pertama, dengan menilainya dari kacamata Al Qur’an. Misalnya dengan menyatakan bahwa Kitab Taurat dan Kitab Injil yang dipakai sebagai kitab suci pemeluk agama Yahudi dan Nasrani sudah dipalsukan atau sudah ada campur tangan manusia. Hal ini didasarkan pada beberapa ayat dari Al Qur’an yang memberi informasi tentang ketidakasliannya Kitab Taurat dan Empat Injil yang sekarang dipakai oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani Misalnya di dalam Surat Al An Nisaa’: 46, Surat Al Baqarah: 75, dan Surat Al Maidah: 41, diinformasikan bahwa isi Taurat sudah dirubah. Selanjutnya di dalam Surat Al Baqarah: 146 dan Surat Ali ‘Imran: 17 diinformasikan bahwa orang-oang Yahudi dan Nasrani telah menyembunyikan kebenaran tentang Muhammad. Cara ini biasanya dilakukan oleh para muballig atau da’i Muslim.

Cara yang kedua, dengan menunjukkan beberapa kontradiksi di dalam Kitab Taurat dan Empat Injil. Misalnya kontradiksi antara ajaran Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran Trinitas atau ajaran-ajaran lainnya baik yang ada di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Cara ini misalnya dilakukan oleh kelompok Arimatea, Irena Handono, Hasbullah Bakri, dsb.

Cara yang ketiga, dengan analisis sejarah agama yang menunjukkan bahwa ajaran Trinitas Kristen dipengaruhi oleh ajaran agama lain sebelum agama Kristen ada. Misalnya dengan menyatakan bahwa ajaran Trinitas yang ada di dalam Perjanjian Baru dipengaruhi oleh ajaran Trimurti dari agama Hindu, ajaran agama Yunani Kuno, dan sebagainya. Cara ini dilakukan oleh O. Hashem, M. Arsyad Thalib Lubis, dsb.

Adapun pada tulisan ini penulis tidak memakai beberapa cara di atas, tetapi mencoba memakai cara lain yaitu dengan cara mengkaji proses penulisan Kitab Taurat yang merupakan bagian dari Perjanjian Lama dan Empat Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes Yahya) yang merupakan bagian dari Perjanjian Baru.

Tulisan ini dilakukan dengan cara mengkaji beberapa literatur yang membahas tentang penulisan Kitab Taurat dan Empat Injil, terutama yang dikarang oleh pemeluk Kristen sendiri, baru kemudian dari penulis non Kristen. Setelah beberapa literatur tersebut dikaji kemudian dianalisis secara kualitaif.

Kitab Taurat dalam Perjanjian Lama
Kitab Taurat merupakan bagian dari Perjanjian Lama. Untuk memberi gambaran yang jelas mengenai kedudukan dan proses penulisan Kitab Taurat dalam Perjanjian Lama perlulah di sini diuraikan tentang isi dari Perjanjian Lama dan proses penulisan Kitab Taurat.

1. Isi perjanjian Lama
Perjanjian Lama terdiri dari 39 Kitab, yaitu: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, Rut, 1 Samuel, 2 Samuel, 1 Raja-raja, 2 Raja-raja, 1 Tawarikh, 2 Tawarikh, Ezra, Nehemis, Ester, Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Yesaya, Yeremia, Ratapan, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia dan Maleakhi (LAI, 1983: 5).

Bahasa yang dipakai dalam Perjanjian Lama adalah bahasa Ibrani. Bahasa Ibrani kadang-kadang disebut dengan bahasa Yehuda, bahasa Yahudi dan bahasa Kanaan. Bahasa Ibrani termasuk dalam kelompok bahasa Semitik, yaitu bahasa yang dipakai oleh orang-orang keturunan Sem, salah seorang anak Nabi Nuh. Di samping ditulis dalam Bahasa Ibrani, ada sebagian kecil Perjanjian Lama yang ditulis dalam bahasa Arami (Syria) (Santoso, 1981: 45-46).

Ke 39 kitab di dalam Perjanjian Lama diklasifikasikan menjadi tiga bagian besar, yaitu:

1.1. Taurat/Thora/Pentateuch
Bagian dari Taurat ini terdiri dari Kitab kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan.
Bagian Taurat ini ditetapkan keabsahannya sebagai ukuran ajaran yang benar bagi umat Nasrani (kanonik) pada tahun 456 SM. Pada saat itu Ezra (ahli Kitab Suci dari Babel) telah membacakan Kitab-kitab Musa (Taurat/ Thora/ Pentateuch) pada bangsa Yahudi di pembuangan.

1.2. Nabi-Nabi (Nebiim)
Bagian Nebiim ditetapkan sebagai kitab kanonik pada tahun 200 SM. Kitab-kitab ini sudah ada pada masa pembuangan dan baru dibukukan sesudah masa pembuangan. Pada saat itu Yesus Sirach (190 SM) dan 12 nabi Kecil telah mengenal 3 Nabi Besar. Bagian ini terdiri dari :

(a). Nabi-nabi yang terdahulu (Nebiim Risyonim), yaitu: Yosua (Yusak), hakim-hakim (Syofetim), I, II Samuel (I, II Syemuel), dan I, II Raja-raja (I, II Melakim).
(b). Nabi-nabi yang terkemudian (Nebiim Akharonim). Ini terdiri dari dua bagian yaitu:
i) Nabi-nabi Besar, yaitu: Yesaya (Yesyayahu), Yeremia (Yirmeyahu) dan Yehezkiel (Yechezqel).
ii) Nabi-nabi Kecil, yaitu: Hosea (Hosyea), Yoel (Joel), Amos, Obaja (Obadyah), Yunus (Yonah), Mikha (Mikah), Nahum, Habakuk, Zefanya (Sefanyah) dan Maleakhi (Malaki).

1.3. Kitab-kitab (Ketubim)
Bagian ini disahkan sebagai kitab yang bersifat kanonik pada tahun 100 M pada Synode Jamnia. Kitab-kitab ini dihimpun pada masa sesudah pembuangan, walaupun ada bahan-bahan dari sebelum masa pembuangan, yaitu Mazmur dan Amsal. Kitab-kitab (Ketubim) ini terdiri dari: Mazmur (Tehillim), Ayub (Iyob), Amsal (Misyele), Rut (Ruth), Kidung Agung (Syir’ul- Asyar atau Syir hasysyiirim), Pengkhotbah (Alkhatib atau Qohelet), Ratapan (Nudub-Yeremia atau Ekah), Ester (Esther), Daniel, Ezra, Nehemia (Nehemiyah), dan I, II Tawarikh (I, II Dibre Hayyamim) (Naipospos, 1988: 9-10).

Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa Kitab Taurat merupakan lima kitab yang pertama dari 39 kitab yang ada di Perjanjian Lama. Lima kitab di dalam Kitab Taurat ini adalah Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamamat, Kitab Bilangan, dan Kitab Ulangan.

Kitab Taurat juga merupakan bagian yang pertama dari tiga bagian besar Perjanjian Lama yang mencakup: a. Taurat, b. Nabi-nabi (Nebiim), dan c. Kitab-kitab (Ketubim).

2. Penulisan Kitab Taurat
Kitab Taurat disebut juga dengan istilah Thora atau Pentateuch merupakan lima kitab yang pertama dari 39 kitab yang ada di dalam Perjanjian Lama. Kitab Taurat terdiri dari lima kitab yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.

Beberapa peneliti Kitab Taurat menemukan beberapa kejanggalan atau keanehan di dalam Kitab
Taurat. Beberapa kejanggalan tersebut antara lain sebagai berikut:

Pertama, di dalam Kitab Taurat sering terjadi pengulangan dalam isi atau cerita. Misalnya sepuluh firman Allah yang sudah disebutkan di dalam Keluaran 20 ditulis lagi dalam Ulangan 5 dengan sedikit perbedaan. Pengusiran Hagar oleh Abraham juga diceritakan dua kali, yaitu di dalam Kejadian 16 dan 21. Demikian juga masih banyak pengulangan cerita lagi di berbagai tempat.

Kedua, sering terjadi perubahan bahasa, seolah-olah penulisnya berganti dialek dalam satu bahasa. Contoh yang paling menonjol adalah nama untuk Tuhan. Sebagian teks memakai nama “Elohim” untuk Tuhan, sebagian memakai istilah “Yahwe,” dan sebagian kecil lainnya memakai kombinasi yang disengaja “Yahwe-Elohim.”

Ketiga, cerita kadang-kadang juga memberikan kesan seakan-akan tidak begitu logis dan konsekuen. Misalnya di dalam sebagian cerita, Moses sendiri yang memegang peranan paling penting. Dia mengucapkan pidato di muka Fir’aun seraya memegang tongkatnya. Tetapi di dalam cerita lain, Harunlah yang menyampaikan pidato dan memegang tongkat (Steenbrink, 1987: 100).

Berdasarkan beberapa kejanggalan tersebut, beberapa peneliti memberikan teorinya tentang penulisan Kitab Taurat.

Menurut A. Kuenen dan J. Wellhausen, Kitab Taurat ini berasal dari 4 sumber yang berbeda-beda, yaitu:

i. Sumber yang menggunakan nama “Yahwe” (Y).
ii. Sumber yang menggunakan nama “Elohim” (E).
iii. Sumber yang khususnya terdapat dalam Kitab Ulangan atau Deuteronium (D).
iv. Sumber yang terutama dipelopori oleh imam-imam yang disebut “Priester Codex” (P).

Sumber Yahwist menulis sejarah Israel dari penciptaan sampai kepada Kelepasan (Keluaran) bangsa Israel dari Mesir, dan perkembangan mereka setelah berada di Kanaan. Sumber ini muncul dan ditulis kira-kira tahun 900-800 Sm di daerah selatan (Yehuda). Ciri-ciri sumber Yahwist adalah sbb:
  1. Allah selalau disebut dengan nama Yahwe; juga nenek moyang Israel sudah mengenal nama ini.
  2. Pada umumnya Allah di dalam wahyu-Nya (penyataan-Nya) dilukiskan dan digambarkan dalam bentuk seorang manusia (antropomorf).
  3. Sumber ini bersifat universal, Allah adalah Khalik langit dan bumi (Kej. 2: 4b dst.), dan Allah seluruh dunia dan semua manusia.
Berikutnya di dalam sumber Elohist (E), Allah disebut dengan nama Elohim. Sumber E menggunakan nama Elohim sampai cerita pemangilan Musa (Keluaran 2), dimana Allah menyatakan nama-Nya kepada Musa. Jadi Musa-lah orang pertama yang mengenal nama Yahwe.

Selanjutnya sumber E lahir di Kerajaan Utara (Israel) kurang lebih tahun 800 dan 700 SM, ketika sinkretisme Baalistis melanda kehidupan agama Israel. Situasi ini diprotes oleh para nabi, terutama dibawahi oleh Nabi Elia dan Elisa. Gerakan para nabi ini mempengaruhi sumber E dan menjadi dasar kemunculan sumber tersebut. Sumber ini menitikberatkan bangsa Israel sebagai bangsa yang dipilih Allah, atau menekankan hubungan yang khusus antara Allah dengan bangsa Israel. Maka sumber ini bersifat partikularistik.

Seterusnya sumber Deuteronomist (D) muncul pada tahun 622 SM di Yerusalem ketika Bait Allah sedang diperbaiki atas perintah Raja Yosia. Pada saat itu para tukang menemukan suatu naskah gulungan yang disebut sebagai Taurat (II Raja 22: 8) yang ternyata adalah sebagian dari Kitab Ulangan, yaitu fasal 12-26.

Secara teologis sumber ini menentang sinkretisme. Hal ini terlihat di dalam pembaharuan Deutoronomis, dimana kuil-kuil di luar kota Yerusalem diprotes dan ditutup, sebab kuil-kuil tersebut disebut sebagai pusat sinkretisme. Di samping itu sumber ini juga menekankan pemanggilan Allah kepada bangsa Israel menjadi bangsa pilihan-Nya. Konsekuensinya bangsa Israel harus mematuhi segaka perintah dan hukum-hukum Allah. Apabila mereka tidak mematuhinya, maka Allah akan menghukum dan menolak mereka.

Akhirnya sumber Imamat atau Priester codex (P) lahir kira-kira pada tahun 550 sampai 500 SM. Penulisan ini terjadi di masa bangsa Israel ditawan di Babilonia dan Bait Allah di Yerusalem hancur. Pada masa ini para imam menulis segala tradisi yang ada dan mengumpulkannya supaya tidak hilang. Maksud P menulis ialah untuk mengingatkan bangsa Israel bahwa merekalah bangsa kudus Allah. Dalam kerangka ini P sangat menekankan peranan kultus. Dengan demikian tulisan-tulisan P banyak menyangkut aturan-aturan kebaktian dan semua hal yang berhubungan dengan dengan imamat. Aturan-aturan kultus P teristimewa terdapat dalam Kitab Imamat.

Sementara itu para ahli lain menaruh perhatian pada bagian yang paling kecil dari Pentateukh, kepada bentuk sasteranya dan peranannya dalam kebudayaan bangsa Israel. Ada ahli yang menguraikan ke-empat sumber besar di atas menjadi anak-anak sumber yang lebih kecil. Misalnya sumber “Y” diuraikan menjadi Y, Y1, Y2, Y3. Sumber “E” juga diurai menjadi E, E1, E2, E3.

Selanjutnya Engnell menggantikan teori sumber ini dengan memperhatikan tradisi-tradisi lisan dan tradisi tulisan. Menurut dia setelah dalam perkembangan yang lama, tradisi-tradisi lisan dikumpulkan oleh seorang redaktur menjadi Kitab Kejadian sampai Bilangan. Sementara itu seorang redaktur lain mengumpulkannya menjadi Kitab Ulangan sampai Raja-raja (Naipospos, 1988: 17-22).

Empat Injil dalam Perjanjian Baru
Sebagaimana disebutkan di atas, Empat Injil merupakan bagian dari Perjanjian Baru. Untuk dapat memahami kedudukan dan proses penulisan Empat Injil dalam Perjanjian Baru perlulah di sini diuraiakan mengenai isi dan proses penulisan dari Perjanjian Baru.

1. Isi Perjanjian Baru
Perjanjian Baru terdiri dari 27 Kitab. Nama-nama kitab tersebut adalah sebagai berikut: Matius, Markus, Lukas, Yohanes (Yahya), Kisah Para Rasul, Roma, I Korintus, II Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1 Tesalonika, 2 Tesalonika, 1 Timotius, 2 Timotius, Titus, Filemon, Ibrani, Yakobus, 1 Petrus, 2 Petrus, 1 Yohanes, 2 Yohanes, 3 Yohanes, Yudas, Wahyu (LAI, 1983: 5). Sedang istilah Kitab Injil yang biasa diketahui oleh kebanyakan orang Islam ialah empat kitab yang pertama dari Perjanjian Baru (Matius, Markus, Lukas, Yohanes). Mereka kurang menyadari bahwa masih ada 23 kitab lain di dalam Perjanjian Baru.

Bahasa yang dipakai dalam Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani Koine. Bahasa Yunani Koine ini biasa disebut juga dengan Koine dialektos atau Hellenistik Greek atau terkadang disebut dengan bahasa Yunani umum, karena paling luas daerah pemakaiannya. Yang dipakai bukan bahasa Yunani Homeric (bahsa Yunani klasik), Attic (bahasa Yunani yang dipakai oleh penduduk di pedalaman negeri Grika, di Attica, suatu distrik dekat dengan Atena), Byzantine maupun Modern. Hanya sebagian kecil dari Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Arami (Syria) (Santoso, 1981: 46, 47).

Secara garis besar ke-27 kitab dari Perjanjian Baru dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan besar, yaitu:

(a) Injil-injil dan Kisah Para Rasul
Injil-injil ini berisi kesaksian tentang perkataan dan perbuatan Yesus dimana di dalam Yesus kerajaan Allah telah datang, menggenapi nubuat-nubuat Perjanjian Lama tentang Raja Abadi, Mesias yang dijanjikan. Dia diberi gelar Kristus (Christos dalam bahasa Yunani, yang berarti yang diurapi) “Christos” (bahasa Yunani) sama dengan Masyiyah (bahasa Ibrani), sedang dalam bahasa Indonesia disebut Messias.
Adapun Kisah Para Rasul berisi tentang perkembangan kerajaan Allah sesudah Yesus naik ke sorga, sampai ke pusat dunia zaman itu (Roma).

(b) Tiga Belas Surat Paulus dan Surat Ibrani
Surat-surat Paulus menyertai dan membimbing perkembangan Gereja dan memberitakan Injil (Duyverman, 1975: 35). Ketiga belas surat Paulus ini adalah Surat Roma, I Korintus, II Korintus, Galatia, Efsus, Filipi, Kolose, I Tesalonika, II Tesalonika, I Timotius, II Timotius, Titus, dan Filemon (Yayasan, 2001: 12).

Sembilan dari Surat-surat Paulus ditujukan ke gereja-gereja dan empat buah ditujukan kepada perseorangan. Kebanyakan dari surat-surat tersebut menguraikan masalah-masalah yang timbul di gereja (kecuali Surat Efesus). Ada beberapa surat yang bernada sangat akrab (Filipi dan II Korintus) dan yang lainnya mempunyai gaya yang lebih resmi dan mirip sebuah tesis, dan dalam unsur-unsur pokoknya (tidak termasuk pembukaan dan penutup yang biasanya bersifat pribadi) menunjukkan nada yang praktis. Mungkin Surat Roma merupakan contoh yang terkemuka dari jenis ini. Selanjutnya, isi surat-surat kiriman Paulus tersebut beraneka ragam dan juga gabungan antara bagian ajaran dengan bagian praktiknya seimbang (Yayasan, 2001: 14).

Surat Ibrani berbeda dengan surat-surat lainnya, tidak ditujukan kepada jemaat tertentu tetapi berupa uraian (Duyverman, 1975: 35). Surat ini terutama membicarakan masalah penderitaan (sama dengan isi surat Yakobus dan I Petrus) (Yayasan, 2001: 14).

(c) Ke-7 Surat Am
Sering juga Surat Am disebut dengan Surat-surat Katolik. Maksudnya surat-surat tersebut tidak ditujukan kepada jemaat tertentu seperti surat-surat Paulus, tetapi kepada gereja seluruhnya. Dalam bahasa Yunani-nya disebut dengan surat-surat “kath holen ten oikomenen, “ artinya bagi seluruh bumi (Duyverman, 1975: 36).
Ke-7 SuratAm ini adalah Surat Yakobus, I Petrus, II Petrus, I Yohanes, II Yohanes, III Yohanes, dan Yudas (Yayasan, 2001: 12).

Meskipun penulis surat-surat ini bermacam-macam, tetapi isinya dapat dikelompokkan menjadi dua judul utama.Pertama, beberapa surat yang terutama membicarakan masalah penderitaan (Yakobus dan I Petrus). Kedua, yang terutama membicarakan masalah ajaran palsu (I dan II Petrus, I, II, III Yohanes, dan Yudas) (Yayasan, 2001: 14).

(d) Wahyu
Kitab ini termasuk jenis kitab eskhatologis dan apokaliptis, yang menghibur jemaat dalam pengembaraannya di dunia ini. Kata eskhatologis berasal dari kata Yunani ta eskala, artinya hal ihwal yang akhir, dalam arti theologios khususnya ialah akhir zaman. Sedang kata apokalptis berasal dari kata Yunani apokalyptem yang berarti membuka tudung, menyingkapkan: khususnya mengenai akhir zaman (Duyverman, 1975: 36).

Sebagaimana kitab nubuat Daniel dalam Perjanjian Lama, sebagian besar dari kitab Wahyu menguraikan penghukuman Allah pada akhir zaman terhadap “semua orang yang diam di atas bumi.” Di dalam kitab Wahyu klimaks penebusan digambarkan. Kata-kata Paulus yang pernah diucapkan sebelumnya bahwa rencana Allah ialah “mempersatukan di dalam Kristus . . . segala sesuatu” (Efesus 1: 10), telah menjadi kenyataan ketika Yohanes menulis :Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya” (Wahyu 11: 15) (Yayasan, 2001: 15).

Gaya bahasa di dalam Perjanjian Baru bermacam-amacam. Ada kitab yang gaya bahasanya kurang baik (misalnya Kitab Wahyu), ada yang terlatih (misalnya Kitab Lukas dan Kitab Ibrani), dan ada yang sederhana (misalnya Markus). Injil yang empat (Matius, Markus, Lukas, dan Yahya) mendapat status sebagai Injil Kanonik sekitar tahun 170 M. Sebelum Injil yang empat ditulis di masyarakat Kristen sudah beredar surat-surat dari Paulus.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa Empat Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes/ Yahya) merupakan empat kitab yang pertama dari 27 kitab yang ada di dalam Perjanjaian Baru.

Demikian juga Empat Injil merupakan bagian yang pertama dari empat bagian besar di dalam Perjanjian Baru, yaitu: a. Injil-injil dan Kisah Para Rasul, b. Tiga Belas Surat Paulus dan Surat Ibrani, c. Ke-7 Surat Am, dan d. Wahyu.

2. Penulisan Empat Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes/Yahya)
Pada zaman modern beberapa peneliti Injil mulai mengerti bahwa setiap pengarang Injil, meskipun mengambil informasi yang ada pada pengarang lain, ia juga menyusun suatu riwayat menurut seleranya dan pandangan pribadinya. Oleh karena itu beberapa ahli mulai memperhatikan kumpulan bahan-bahan hikayat, di satu pihak dalam tradisi lisan kelompok-kelompok asli, dan di lain pihak dalam sumber umum dalam bahasa Aramik yang mestinya ada, akan tetapi sampai sekarang belum ditemukan orang. Sumber yang tertulis ini mungkin merupakan suatu kumpulan yang utuh atau berupa bagian-bagian yang bermacam-macam yang dapat dipakai oleh setiap pengarang Injil untuk menulis Injilnya.

Holtzmann berteori bahwa Matius dan Lukas memakai sumber dari Markus dan dari suatu dokumen yang sekarang hilang. Selain itu Matius dan Lukas masing-masing memakai sumber sendiri. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:




Teori di atas dikritik oleh O. Culmann sebagai berikut:
Karangan Markus yang dipakai oleh Lukas dan Matius tersebut belum tentu merupakan Injil Markus. Boleh jadi yang dianggap Injil Markus tersebut berupa karangan lain yang ditulis sebelumnya.

Teori tersebut mengabaikan tradisi lisan. Padahal tradisi lisan inilah yang memelihara kata-kata Yesus dan hikayat-hikayat kegiatannya selama 30 atau 40 tahun. Sesungguhnya setiap pengarang Injil itu hanya juru bicara masyarakat Kristen yang merupakan tradisi lisan.

Menurut R.P. Boismard ada 4 dokumen yang merupakan sumber-sumber Injil. Dokumen tersebut dinamakan A, B, C dan Q.
Dokumen A berasal dari lingkungan Yahudi Kristen yang memberikan inspirasi kepada Matius dan Markus.

Dokumen B adalah interpretasi dokumen A yang dipakai dalam Gereja Pagan Kristen (Kafir-Kristen). Dokumen ini telah memberi inspirasi kepada semua penulis Injil, keculi Matius.

Dokumen C telah memberi inspirasi kepada Markus, Lukas dan Yahya.

Dokumen Q merupakan bagian besar dari sumber bersama yang dipakai oleh Matius dan Lukas. Ini adalah dokumen bersama yang disebut dalam teori “dua sumber.”

Di antara 4 macam dokumen tersebut di atas tidak ada yang menjadi teks definitif yang dimiliki sekarang. Antara dokumen-dokumen tersebut dan redaksi terakhir ada redaksi-redaksi antara yang dinamakan Matius intermedier, Markus intermedier, Proto Lukas dan Proto Yahya. Dokumen-dokumen antara tersebut akhirnya menjadi Injil yang empat, baik dengan memberi inspirasi kepada masing-masing Injil atau kepada lebih dari satu Injil.

Bagan dari teori di atas adalah sebagai berikut:




Keterangan:
Q A B C Q = dokumen-dokumen dasar.
Mt. inter = Matius intermedier
Mk. inter = Markus intermedier
Proto Lukas = Lukas intermedier
Yahya = Yahya intermedier
Final Mt. = redaksi final Matius
Final Mk. = redaksi final Markus
Final L = redaksi final Lukas
Final Y = redaksi final Yahya

Berdasarkan informasi di atas dapatlah disimpulkan bahwa dengan membaca Injil, pembaca sama sekali tidak yakin bahwa pembaca telah membaca kata-kata Yesus. R.P. Benoit memperingatkan pembaca Injil tentang hal ini, tetapi memberi konpensasi sebagai berikut: Jika pembaca terpaksa tidak dapat mendengarkan suara langsung dari Yesus, ia mendengar suara Gereja (Rasjidi, 1979: 118-123).

Ada lagi teori tentang penulisan Injil yang dinamakan teori Formgeschichte. Menurut teori ini cerita-cerita tentang kehidupan Yesus bertahun-tahun lamanya beredar di antara pengikut-pengikutnya secara lisan. Kemudian bentuk-bentuk cerita tersebut ditulis dan diklasifikasikan sesuai dengan isinya, yaitu mujizat-mujizat, nasihat-nasihat, pengajaran-pengajaran dsb. Kemudian fragmen-fragmen tersebut dikumpulkan dan dicocokkan dengan maksud penulis setiap kitab Injil. Oleh karena itu kitab-kitab Injil bukanlah merupakan laporan historis 100% dari kehidupan dan perbuatan Yesus, tetapi suatu kisah yang disusun dan ditulis untuk memenuhi kebutuhan rohani jemaat permulaan (Tulluan, t.th.: 43).

Selanjutnya Injil Matius, Markus dan Lukas mempunyai banyak cerita yang sama, bahasa yang sama, susunan kalimat dan kata-kata yang sama. Oleh karena itu dinamakan Injil synopsis. Berdasarkan beberapa persamaan ini ada dugaan:

Pertama, adanya satu sumber tulisan-tulisan yang digunakan atau dengan kata lain yang dijiplak. Berdasarkan dugaan ini, ada beberapa kemungkinan:

i. Markus, Matius dan Lukas ditulis secara sendiri-sendiri.
ii. Markus dikarang lebih dahulu, baru dipergunakan sebagai sumber oleh Matius, kemudian Lukas mengambil pula karangan Matius sebagai dasar.
iii. Markus menjadi dasar untuk Matius dan Lukas, yang mengarang Injil-injil mereka tanpa saling mempengaruhi.
iv. Markus merupakan petikan dari Markus dan Lukas.

Kedua, Injil Markus dikarang lebih dahulu. Selanjutnya Injil Matius dan Lukas ditulis kemudian lepas satu sama lain. Kedunya (Matius dan Lukas) mengambil sumber baik Injil Markus (terutama untuk ajaran-ajaran) maupun sumber lain (Q). Di samping itu masing-masing Injil (Markus, Matius dan Lukas) masih mengambil bahan-bahan khas yang diambil dari tradisi yang tersiar dalam gereja (Duyverman, 1976: 36-41).

Analisis terhadap penulisan Kitab Taurat
Berdasarkan pendapat A. Kuenen dan J. Wellhausen Kitab Taurat berasal dari empat sumber yang berbeda-beda.

Pertama, sumber “Y” (Yahwist). Sumber ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Tuhan disebut dengan “Yahwe”, antropomorf, dan universal. Sumber ini berisi tentang sejarah Israel dari penciptaan sampai kepada Kelepasan (Keluaran) bangasa Israel dari Mesir, dan perkembangannya setelah berada di Kanaan. Sumber “Y” muncul dan ditulis kira-kira tahun 900-800 SM di daerah selatan (Yehuda).

Kedua, sumber “E” (Elohist). Sumber ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Tuhan disebut dengan “Elohim” dan bersifat partikularistik. Sumberi ini menggunakan nama “Elohim” sampai cerita pemanggilan Musa (Keluaran 2) dimana Tuhan menyatakan nama-Nya kepada Musa. Jadi Musalah orang pertama yang mengenal nama Yahwe. Sumber “E” lahir di Kerajaan Utara (Israel) kuranf lebih tahun 800 – 700 SM.

Ketiga, sumber “D” (Deutoronomist). Sumber ini berisi tentang penolakan sinkretisme yang berada di kuil-kuil di luar kota Yerusalem. Sumber ini juga menekankan pemanggilan Tuhan kepada bangsa Israel sebagai bangsa pilihan-Nya. Konsekuensinya bangsa Israel harus mematuhi semua perintah dan hukum Tuhan. Bila mereka tidak mematuhinya, maka Tuhan akan menghukum dan menolak mereka. Sumber “D” ada pada tahun 622 SM di Yerusalem ketika Bait Allah diperbaiki atas perintah Raja Yosia. Pada saat itu para tukang menemukan suatu naskah gulungan yang disebut sebagai taurat (II Raja 22: 8) yang ternyata adalah sebagian dari Kitab Ulangan, yaitu fasal 12-26.

Keempat, sumber “P” (Priester Codex). Sumber ini lahir kira-kira pada tahun 550-500 SM. Penulisan ini terjadi pada masa bangsa Israel ditawan di Babilonia dan Bait Allah di Yerusalem hancur. Pada masa ini para imam menulis segala tradisi yang ada dan mengumpulkannya supaya tidak hilang. Sumber ini mengingatkan bahwa bangsa Israel adalah bangsa kudus Allah. Dalam kerangka ini sumber P menekankan peranan kultus. Oleh karena itu tulisan-tulisan dari sumber P banyak menyangkut aturan-aturan kebaktian dan imamat. Aturan-aturan kultus P teristimewa terdapat di dalam Kitab Imamat.

Berdasarkan teori empat sumber di atas, dapatlah diambil suatu pengertian bahwa Kitab Taurat ditulis bukan oleh seorang penulis (Musa). Tetapi ditulis oleh banyak penulis (para imam dan penulis-penulis lainnya) dari rentang waktu yang lama (kurang lebih tahun 900 SM sampai dengan 500 SM) dan dari tempat dan lingkungan sosio-budaya yang bermacam-macam (Israel, Yehuda, dan Babilonia). Kemudian oleh seorang penulis akhir semua bahan dari empat sumber di atas dikumpulkan menjadi satu kesatuan yang bernama Kitab Taurat. Sebagai konsekuensinya di dalam Kitab Taurat terdapat beberapa kejanggalan, misalnya dalam pengulangan isi atau cerita, perubahan bahasa, cerita tidak begitu logis dan konsekuen. Secara logis maka Kitab Taurat yang sekarang ini dipercayai sebagai kitab suci agama Yahudi dan Kristen tidak asli lagi sebagai wahyu Allah, karena sudah melibatkan banyak campur tangan manusia dari berbagai status sosial penulisnya, dari berbagai lingkungan sosio-budaya dan disusun selama berabad-abad lamanya.

Berkaitan dengan campur tangan manusia dalam penulisan Kitab Taurat ini Dr. Maurice Bucaille menyatakan:

Dalam rangka kritik mengenai teks, Taurah (Pentateuque) memberi contoh yang amat jelas tentang perubahan-perubahan yang dilakukan oleh manusia, pada bermacam-macam periode sejarah bangsa Yahudi, tradisi lisan dan teks-teks yang berasal dari generasi-generasi terdahulu (Rasjidi, 1979: 39).

Selanjutnya Prof. Dr. M.M. Al A’zami dalam hal ini menyatakan:
Sebuah kesan yang salah telah terbangun di antara para pembaca umum bahwa PL telah ditransmisikan sepanjang masa secara persis kata demi kata, dan huruf demi huruf. Padahal tidaklah demikian kasusnya; bahkan “Sepuluh Perintah (The Ten Commandments) saja berbeda dalam dua versi.

Para sarjana sepakat bahwa pada akhir era pra-Masehi, teks PL dikenal dalam berbagai tradisi yang berbeda satu sama lain pada tingkat yang beragam. Untuk menyelesaikan teka-teki tipe teks yang sangat beragam ini, para sarjana telah menggunakan pendekatan-pendekatan (approaches) yang berbeda. “Frank M. Cross menafsirkan keberagaman tersebut sebagai bentuk-bentuk teks lokal Palestina, Mesir, dan Babilonia,” yang berarti bahwa setiap pusat dari pusat-pusat itu memelihara teks PL masing-masing, yang sama sekali berdiri sendiri (independent) dan tak ada hubungan apapaun dengan teks-teks yang digunakan pusat-pusat yang lain. Shemaryahu Talmon menolak teorinya Cross; sebagai gantinya dia berpendapat bahwa “para pengarang, penghimpun, dan juru tulis dulu itu menikmati apa yang bisa diistilahkan sebuah kebebasan yang terkontrol tentang keragaman teks . . . .

Dari tahap transmisi manuskripnya yang paling awal, teks Perjanjian Lama memang dikenal dalam sebuah keragaman tradisi yang berbeda satu sama lain sampai pada kadar yang beragam pula. Jadi, sementara Cross berpendapat bahwa setiap pusat (centre) menentukan bentuk teksnya masing-masing, Talmon berargumen bahwa keberagaman ini tidak disebabkan karena pusat-pusat yang berbeda, akan tetapi karena para penghimpun dan juru tulis teks-teks itu sendiri yang sejak semula memang menggunakan sedikit kebebasan dalam hal bagaimana mereka membentuk ulang teks itu. Apa pun jawabannya, wujudnya bentuk-bentuk teks yang berbeda tidak mungkin dimungkiri”. (Solihin at. all., 2005: 269-270).

Dalam konteks ini Al Qur’an, Surat An Nisa’ ayat 46 telah menyatakan:
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar,” tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa’ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: “Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis”. (Depag., 2003: 126).

Demikian juga di dalam Surat Al Maidah ayat 41 dinyatakan:
“. . . (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: “Jika diberikan ini (yang sudah dirubah-rubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah” . . . (Depag.,2003: 166).

Dengan demikian informasi Al Qur’an tentang ketidakaslian Al Kitab, termasuk di dalamnya Kitab Taurat dalam Perjanjian Lama, sesuai dengan hasil penelitian ilmiah modern yang menyimpulkan bahwa dalam proses penulisannya Kitab Taurat mengalami banyak perubahan.

Analisis terhadap penulisan Empat Injil
Menurut R.P. Boismard ada empat dokumen yang menjadi sumber penulisan Empat Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yahya) yang ada sekarang ini. Untuk memudahkan keempat sumber tersebut diberi nama dokumenr A, B, C dan Q.

Dokumen A merupakan sumber yang berasal dari lingkungan Yahudi Kristen. Dokumen ini memberi inspirasi pada Matius dan Markus dalam menulis Injilnya.

Dokumen B merupakan interpretasi dokumen A yang dipakai dalam Gereja Pagan Kristen (Kafir-Kristen). Dokumen ini menjadi inspirasi kepada Markus, Lukas dan Yahya dalam menulis Injilnya. Hanya Matius yang tidak mengambilnya sebagai insprasi penulisan Injilnya.

Dokumen C memberi inspirasi kepada Markus, Lukas dan Yahya.

Akhirnya dokumen Q merupakan bagian besar dari sumber bersama yang digunakan oleh Matius dan Lukas dalam menulis Injilnya.

Di antara 4 macam dokumen tersebut di atas tidak ada yang menjadi teks definitive yang dimiliki sekarang. Di antara dokumen-dokumen tersebut dan redaksi terakhir ada redaksi-rdaksi antara yang dinamakan Matius intermedier, Markus intermedier, Proto Lukas dan Proto Yahya. Dokumen-dokumen antara tersebut akhirnya menjadi Injil yang empat, baik dengan memberi inspirasi kepada masing-masing Injil atau kepada lebih dari satu Injil.

Berdasarkan pendapat R.P. Boismard tersebut di atas jelaslah bahwa Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yahya) yang ada sekarang ini tidak asli dari kata-kata atau perbuatan-perbuatan Yesus sendiri yang didengar, dilihat secara langsung oleh Matius, Markus, Lukas dan Yahya yang kemudian ditulisnya. Injil yang ada sekarang ini berasal dari empat dokumen (A, B, C dan Q). Injil Matius ditulis berdasarkan inspirasi dokumen A, dan Q. Injil Markus ditulis berdasarkan inspirasi dari dokumen A, B, dan C. Injil Lukas ditulis berdasarkan inspirasi dari dokumen B, C dan Q. Akhirnya Injil Yahya ditulis berdasarkan inspirasi dari dokumrn B dan C.

Selanjutnya sebelum menjadi Injil Matius, Markus, Lukas dan Yahya yang sekarang ini atau yang difinif, ternyata melalui tulisan Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yahya) yang bersifat “sementara” yang disebut dengan istilah Matius intermedier, Markus intermedier, Proto Lukas dan Proto Yahya. Tentu saja proses penulisan dari dokumen-dokumen A, B, C, dan Q menjadi “Injil sementara” terjadi banyak perubahan.

Akhirnya proses dari “Injil sementara” (Matius intermedier, Markus intermedier, Proto Lukas, dan Proto Yahya) menjadi Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yahya) yang ada sekarang ini atau yang “difinitif,” terjadi lagi perubahan-perubahan.

Ringkasnya proses sejak dari empat dokumen (A, B, C, dan Q) menjadi “Injil sementara” (Matius intermedier, Markus intermedier, Proto Lukas, dan Proto Yahya), kemudian menjadi Injil yang sekarang ini atau yang “definitif” (Matius, Markus, Lukas, dan Yahya), telah terjadi banyak sekali perubahan. Dengan kata lain Injil yang ada sekarang ini sudah tidak asli lagi.

Dalam hal ini Dr. Maurice Bucaille menyatakan bahwa dengan membaca Injil pembaca sama sekali tidak yakin bahwa pembaca telah membaca kata-kata Yesus. R.P. Benoit memperingatkan pembaca Injil tentang hal ini, tetapi memberi konpensasi bahwa jika pembaca tidak dapat mendengarkan suara langsung dari Yesus, paling tidak ia telah mendengar suara gereja (Rasjidi, 1979: 123).

Beberapa perubahan yang melibatkan banyak tangan manusia di dalam penulisan Empat Injil ini telah diinformasikan di dalam Surat Al Baqarah ayat: 79 sebagai berikut:

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah,” (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan”. (Depag., 2003: 23).

Dengan demikian informasi Al Qur’an tentang ketidakaslian Al Kitab, termasuk di dalamnya Empat Injil di dalam Perjanjian Baru, sesuai dengan hasil penelitian ilmiah modern yang menyimpulkan bahwa dalam proses penulisannya Empat Injil telah mengalami banyak perubahan.

Kesimpulan
Kitab Taurat tidak asli lagi, sebab tidak ditulis dari satu sumber saja, tetapi dari empat sumber (Yahwist, Elohist, Deuteronomis, dan Priester) , ditulis oleh banyak penulis (para imam dan penulis-penulis lainnya) dari rentang waktu yang lama ( antara tahun 900 SM sampai dengan 500 SM) dan dari tempat dan lingkungan sosio-budaya yang bermacam-macam (Israel, Yehuda, dan Babilonia). Kemudian oleh seorang penulis akhir semua bahan dari empat sumber tadi dikumpulkan menjadi satu kesatuan yang bernama Kitab Taurat. Proses penulisan dari empat sumber tadi sampai ditulis oleh seorang penulis akhir menjadi Kitab Taurat telah terjadi banyak perubahan.

Sedangkan Empat Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yahya) tidak asli lagi, sebab proses penulisannya sejak dari empat dokumen (A, B, C, dan Q) menjadi Injil sementara (Matius intermedier, Markus intermedier, Proto Lukas dan Proto Yahya) sampai menjadi Injil yang sekarang ini atau yang definitif (Matius, Markus, Lukas dan Yahya) telah terjadi banyak perubahan.


DAFTAR PUSTAKA

  • Al Qur’an dan Terjemahnya. 2003. Jakarta: Depag.
  • Duyverman, M.E. 1975. Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  • Lembaga Alkitab Indonesia. 1983. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
  • Naipospos, P.S (ed.). 1988. Pengantar kepada Perjanjian Lama. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
  • Rasjidi, M (trans.). 1979. Bibel, Qur-an dan Sains Modern. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.
  • Santoso, Miriam. 1981. Bibliologi Pengantar Alkitab (Reviced). Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang.
  • Solihin, Sohirin. at. all. (trans.). 2005. Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jakarta: Gema Insani Press.
  • Steenbrink, Karel A. 1987. Perkembangan Teologi dalam Dunia Kristen Modern. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.
  • Tulluan, Ola. t.t. Introduksi Perjanjian Baru. Malang: Departemen Literatur YPPII.
  • Yayasan Penerbit Gandum Mas (trans.). 2001. Pengantar Perjanjian Baru. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas.


0 Komentar:

Posting Komentar